Profile Dr.Ir. Indra Tjahjani, Creator & Motivator of Griya Peni – Mbatikyuuuk (3U)

Full CV of Mrs Indra Tjahjani, Creator & Motivator of Griya Peni – Mbatik Yuuuk:
metrotv-bunda

http://m.metrotvnews.com/read/news/2013/03/20/139934/Indra-Tjahjani-Cinta-Batik-Setiap-Hari
Rabu, 20 Maret 2013 | 16:10 WIB | Reporter: none
Indra Tjahjani, Cinta Batik Setiap Hari

Metrotvnews.com: Kebiasaannya mengenakan kebaya dan jarit setiap hari menunjukkan dengan jelas kecintaannya pada kerajinan warisan budaya itu. Dia juga mengajak orang membuat batik demi menebar kecintaan itu.

DI antara belasan peserta sebuah cultural trip beberapa waktu lalu, Indra Tjahjani, 57, terlihat beda sendiri. Perempuan yang biasa disapa Ibu Indra itu mengenakan kebaya kutubaru lengkap dengan jarit–bawahan dari kain batik. Alas kakinya sepatu karet, sedangkan rambutnya yang beruban dibuat konde sederhana. Untuk naik-turun bus yang digunakan sepanjang perjalanan empat hari itu, Indra terlihat gesit dalam balutan kebaya dan jarit.

Perjalanan itu memang menyusuri titik-titik produksi batik di sepanjang pantai utara Jawa dengan tema Tamasya batik. Namun, bukan tema perjalanan yang diselenggarakan Gelar Nusantara itu yang membuat Indra mengenakan kebaya dan jarit.

Perempuan yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat, itu selalu mengenakan kebaya dan jarit di setiap kegiatan. “Itu sudah kostum harian saya, bahkan saya tidak punya rok satu pun,” kata Indra saat ditemui beberapa waktu lalu.

Kebiasaan itu, dia berkisah, sudah dimulai sejak Indra masih muda. Indra mengaku terinspirasi oleh ibunya. “Katanya, kalau perempuan sudah menikah, tidak baik jika rambutnya terurai,” tuturnya. Indra pun rajin mengonde rambutnya dan mengenakan kebaya lengkap dengan jarit.

Inspirasi dari sang bunda itu pula yang kemudian mencetuskan kecintaannya pada batik lalu memutuskan untuk mencipta komunitas nonprofit yang dia beri nama Mbatik Yuuuk dengan misi mengembangkan dan melestarikan seni membatik sebagai kebanggaan bangsa.

Dulu, pada kisaran 1962-1965, Indra ingat keluarganya mengalami krisis ekonomi. Dia juga ingat, saudara-saudara ibunya mengoleksi batik-batik ‘alusan’ yang berkualitas tinggi dari Surakarta. Kecintaan sang bunda akan batik tidak dapat diwujudkan lewat koleksi seperti saudara-saudaranya. Dengan ayah yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil, Indra berkisah, ibunya harus berpuas diri dengan menjadi reseller batik-batik itu, sekaligus untuk menambah-nambah penghasilan keluarga.

Keluarga
Pada kisaran 2000, Indra yang sejak muda diajarkan membatik dan membuat jarit oleh orangtuanya berbagi pengetahuannya kepada teman-teman yang berminat. Hingga suatu hari, dikisahkan dalam akun Mbatikyuuuk pada Facebook, datanglah permintaan dari anggota sebuah mailing list agar Indra mau mengajarinya membatik. Indra bersedia dan kegiatannya kali itu dihadiri 60-an orang yang tertarik belajar membatik.

Kekagetannya melihat antusias itu justru membuat dia semakin bersemangat untuk berbagi pengetahuan tentang batik, dari proses hingga sejarah dan makna setiap motif. Sejak itulah banyak orang memintanya untuk menggelar kegiatan membatik lagi dan lagi. Karena itu, lahirlah komunitas Mbatik Yuuuk.

Kegiatan itu tidak saja ditekuni Indra sendiri. Bersama suaminya, Basuki Triwidodo, 63, dan tiga anak mereka, Haryo, 30, Aryo, 29, dan Peni, 27, Indra menyelenggarakan berbagai kegiatan, termasuk membatik bersama, lokakarya, juga bepergian mengunjungi sentra-sentra batik. Sebulan sekali, Indra bahkan menggelar lokakarya di Museum Bank Mandiri sejak 2009 yang bisa diikuti masyarakat umum.

Ia memang sejak awal melibatkan seluruh anggota keluarga. Masing-masing pun punya tanggung jawab, termasuk sebagai tutor atau marketing communicator. “Kami tidak mampu membayar tutor lain. Kami hanya punya semangat pelestarian, tetapi tidak punya uang untuk bayar honor orang lain,” lanjut ibu tiga anak itu yang mengaku suaminyalah yang dapat membatik paling halus di antara semua anggota keluarga.

Bukan kursus
Melalui Mbatik Yuuuk, Indra bersama keluarganya ingin mengajak semua orang untuk mengenal proses membatik agar dapat mencintai dan ikut melestarikan warisan budaya, serta menghargai perajin tradisional. “Seandainya nanti ada yang kemudian menjadi pengusaha batik, mereka sudah merasakan kesulitan mengerjakan proses membatik,” tutur dia.

Lewat kegiatannya berbagi pengetahuan tentang batik pula Indra meraih penghargaan The Entrepreneurial Community of Business Community 2010 dari Sekolah Bisnis Prasetiya Mulya, Jakarta.

Indra sendiri mengaku kegiatannya bukanlah di tempat kursus membatik. “Kami berbeda karena peserta akan diberi pembekalan dan sharing tentang sejarah batik, filosofi, ragam hias, juga diperkenalkan dengan batik-batik dari seluruh Nusantara,” tutur penyuka batik klasik Surakarta itu.

Selain beragam kegiatan, lewat Mbatik Yuuuk, Indra pun menyediakan perlengkapan membatik, dari kompor kecil, lilin (malam), parafin, canting, hingga gawangan rotan, untuk bisa dibeli para peminat yang mau belajar membatik.

Dia juga memproduksi kain batik dengan coretan sederhana dan sesuai tema. Salah satunya motif bertema cicak jerat buaya atau motif bertema Natal. Indra sendiri mengaku motif kesukaannya ialah kupu-kupu. “Sejak 1967, saya mengagumi desainer fesyen Jepang, Hanae Mori, yang selalu memakai unsur kupu-kupu dalam desainnya,” kata dia.

Ajakan
Indra juga ingat beberapa kisah unik sepanjang hampir 13 tahun mengelola kegiatan Mbatik Yuuuk. Dia bercerita pernah menolak, secara halus tentu saja, undangan salah satu program musik pagi hari di sebuah stasiun televisi swasta. Alasannya enggan dicerca pemandu acara tersebut yang beberapa kali ramai diberitakan melontarkan kelakar tidak santun.

Ada pula orang yang salah menyangka Mbatik Yuuuk sebagai galeri yang menjual batik. “Padahal sebenarnya sih sudah jelas kan, Mbatik Yuuuk ini kan sebuah ajakan ya,” tutur Indra yang juga bekerja sebagai dosen lanskap, manajemen sistem informasi, juga komunikasi, di beberapa universitas itu.

Kisah unik lain, lanjut dia, terjadi saat salah satu mahasiswanya yang ‘ngotot’ minta dikirimi contoh batik dalam potongan kecil-kecil. “Padahal mana bisa batik dilihat dari potongan kecil-kecil saja? Melihat batik itu harus dibeber, dibuka lebar, sehingga terlihat keindahannya,” ceritanya sembari terkekeh dan mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri dengan ujung telunjuk tangan.

BIODATA
Nama: Dr Ir Indra Tjahjani SS MLA MMSI
Tempat, tanggal lahir: Bandung, 10 Juli 1955
Suami: Basuki Triwidodo
Anak: Haryo Widodo, Aryo Anindito, Peni Cahyaningtyas

Pendidikan:
Doktor perencanaan lingkungan, terutama dalam warisan budaya dari University of Canberra, Australia (2005)
Magister Sistem Informasi Manajemen, Universitas Budi Luhur, Jakarta (2004)
Sarjana bahasa Inggris dari Universitas Terbuka, Jakarta (1998)
Master arsitektur lansekap, University of Melbourne, Australia (1992)
Insinyur arsitektur lansekap, Universitas Trisakti, Jakarta (1981)

Pekerjaan: Penggiat komunitas Mbatik Yuuuk, Dosen arsitektur lansekap, e-business, sistem informasi manajemen, komunikasi, hubungan internasional, desain komunikasi visual, di beberapa universitas di Jakarta.

Editor: Retno Hemawati

Leave a comment